Rabu, 18 April 2012

Jatuh Cinta Berkali-Kali

Senja itu surat cintaNya buat saya
Gambar dari : http://desktopia.net/nature/beach-at-dusk-desktop-wallpaper/

Rembang senja mengembangkan malam. Mentari yang seharian perkasa menerangi bumi kini menjadi serupa bola jingga yang berangsur undur diri. Perlahan warna langit pun berganti; tidak pernah ia sedemikian kaya nuansa selain saat senja tiba. Waktu jadi kehilangan makna; semua seolah membeku dalam keindahan lukisan bentang langit.

Angkutan umum yang saya tumpangi melaju ke arah timur; berangsur menjauhi bola api yang perlahan terbenam di ufuk barat. Saya menjadi penumpang tunggal setelah dua orang lain turun di sisi jalan beberapa menit lalu. Kesendirian membuat perhatian saya terpusat pada senja, langit dan segala pesonanya.

.... indah.....

Sang Pemilik Semesta selalu saja berhasil membuat saya jatuh cinta berkali-kali. Bagi saya, senja itu bagai surat cinta-Nya. Pesan bahwa apapun pergumulan hari ini sudah cukup; kesusahan hari ini sudah cukup untuk hari ini, dan dalam pekat malam yang terhampar di hadapan Ia menyediakan tempat persembunyian kecil untuk beristirahat -- saat untuk berbincang denganNya tentang pergulatan hari ini.

Sekelam, sepahit, seberat apa pun hari ini sudah selesai; ia telah ditebus oleh lembayung senja itu. Ketika esok menjelang dengan tantangannya yang kadang nyaris tak tertahankan, saya akan menantikan senja -- saat Sang Maha Kasih menuliskan surat cintanya buat kita semua, "cukup untuk hari ini. Beristirahatlah sayang...."

... dan senja itu selalu saja membuatku jatuh cinta berkali-kali...

Hujan


Gambar dari:
http://www.205thw.ph/wp-content/uploads/2011/09/rainy-days.png
Dedaunan menyukai hijau. Fajar selalu rindu pada jingga. Senja tresna pada lembayung. Seperti laut lekat pada biru dan puspa bangga akan semburat berkas pelangi di mahkotanya. Tapi bumi lebih memilih kelabu sendu. Dunia penuh nuansa warna semarak, namun bumi tetap setia pada kelabu muram.

... dan bumi pun unjuk bicara ...

"Kelabu mengingatkanku pada langit. Langit yang kukasihi dengan sangat. Tidakkah kau tahu betapa tiap detik tak letih aku menengadah menatap langit?"

"Malang langit tak pernah tergapai. Apakah aku ini? Hanya seberkas debu. Hina dina aku hingga di ujung sepatu pun aku tak diingini. Namun aku tetap mencintai langit meski tak mungkin tanganku merengkuhnya. Aku memang ngeyel -- konyol. Sayang, apa dayaku. Aku sudah terlanjur mencinta."

"Bunga suka pada langit nan biru. Kelopaknya bermekaran menawan centil di bawahnya. Para pekerja bersorak girang ketika ia berjubahkan lembayung ungu. Pertanda malam menghantar rehat sejenak. Sedang nelayan pun pelaut berjaga menunggu jingga saat daratan nampak di pelupuk-- mengijinkan tubuh lelah mereka bersandar."

"Aku pun menyukai semua warna langit -- tapi aku selalu rindu pada kelabu pengiring hujan dan kadang badai. Semua serentak bersembuyi, bahkan tetumbuhan pun seolah merunduk kala langit berselimut kelabu -- tapi aku selalu rindu pada kelabu."

"Kelabu adalah balas langit atas segala rinduku. Kala ia telah menyelubungi dirga -- makin lama makin pekat , itulah bahasa langit yang tak dapat lagi membendung kasihnya pada hamba hina dina ini. Perlahan kelabu luruh bersama tetes-tetes air mata langit. Jatuh ia luruh memelukku erat. Saat itulah langit turun menyapaku -- mesra dan syahdu. Perlahan kelabu akan memudar, dan di sanalah selengkung busur warna-warni membentuk titian ke arah langit. Ia serasa demikian dekat -- tak berjarak."

"Ah langit, karena aku tak mungkin meraihmu, kau turun menyapaku."

"Itulah mengapa aku begitu kasmaran pada kelabu saat yang lain mengagumi biru. Ternyata aku lebih membutuhkan kehadiran langit, bukan hanya hadiah-hadiahnya yang menyilaukan mata. Aku mencintai langit saat biru, jingga, ungu dan terlebih saat ia kelabu."