Identitas Buku
Judul
: Miss Marple’s Final Cases
Alih
Bahasa : Suwarni A.S.
Penulis
: Agatha Christie
Bahasa
: Indonesia
Halaman
: 172
Tahun
Terbit : 2014 (cetakan kelima)
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
ISBN
: 9792232592 (ISBN13: 9789792232592)
Sinopsis
[1│Perlindungan]
Saat
merangkai kembang krisan di gereja, Diana ‘Bunch’ Harmon – istri pendeta Julian
Harmon – menemukan seorang pria sekarat akibat luka tembak di dadanya. Sebelum
meninggal, pria misterius itu mengucapkan kata Sanctuary serta menunjuk mantolnya.
Curiga,
Diana meneliti mantol pria itu dan menemukan tiket penyimpanan di sebuah
stasiun kereta api, arloji tua berinisial W.S. dan beberapa benda lain. Untuk
memecahkan teka-teki kematian itu, Bunch akhirnya meminta bantuah Jane Marple,
bibinya, yang tengah berada di London.
Petunjuk-petunjuk
yang awalnya nyaris tidak berhubungan itu kemudian membawa pada kisah cinta
antara Zobeida, seorang aktris
teater, dan Walter St. John – si pria
misterius itu. Keduanya menikah dan memiliki seorang putri bernama Jill yang
dititipkan pada sepasang suami istri lanjut usia. Zobeida yang telah meninggal
tiga tahun sebelumnya diketahui menyimpan kalung rubi ilegal di satu tempat.
Lantas,
adakah hubungan antara permata itu dan kematian Walter? Dan dapatkah Ms. Marple
menebak dimana permata itu disembunyikan? Lalu, bagaimanakan nasib Jill St.
John setelah kematian kedua orang tuanya?
***
[2│Lelucon yang Aneh]
Paman
Matthew yang eksentrik meninggal dunia dan menyerahkan warisannya kepada Edward
Rossitier dan Charmian Stroud yang hendak menikah. Anehnya, warisan itu
disembunyikan sedemikian rupa hingga kedua sejoli itu tak dapat menemukannya.
Putus
asa, Edward dan Charmian meminta bantuan Ms. Marple. Tentu saja, Ms. Marple
yang cerdik dapat menemukan harta itu dengan sangat mudah berkah selembar resep
daging asap dan bayam tumbuk! Uniknya, wujud harta itu tidak terduga
sebelumnya.
***
[3│Pembunuhan dengan Pita
Pengukur]
Nyonya
Spenlow terbunuh! Ia ditemukan tewas akibat tercekik di dalam rumahnya sendiri,
dan hanya mengenakan selembar kimono. Tuan Spenlow, suami kedua Ny. Spenlow,
lansung dicurigai sebagai pelakunya dengan motif warisan.
Namun
begitu, Ms. Marple berpendapat lain. Berkat petunjuk berupa jarum pentul yang
dipungut penyidik dari TKP, ia berhasil mengungkap cerita kelam masa lalu Ny.
Spenlow saat menjadi pelayan sebuah keluarga kaya, dan dendam seorang teman
lama.
***
[4│Kasus si Penjaga Rumah]
Harry
Laxton yang memiliki reputasi sebagai biang kerok pada masa kecilnya kembali ke
St. Mary Mead sebagai pria muda yang sukses bersama dengan istrinya, Louise – wanita berdarah Perancis
yang cantik, manja dan kaya raya. Kingsdean House, rumah masa kecil Harry pun
disulapnya menjadi hunian megah dan nyaman.
Namun,
pemugaran rumah ini mengusik Murgatroyd, penjaga rumah yang terpaksa pindah
dari bangunan yang telah dijaganya selama lebih dari 30 tahun. Sakit hati, ia
mengutuk Louise dengan membabi buta. Anehnya, tak lama Louise terbunuh dalam
kecelakaan berkuda.
Apakah
Louise meninggal secara wajar, ataukah ia dibunuh?
***
[5│Kasus Pelayan yang Sempurna]
Gladys,
teman Edna (pelayan Ms. Marple), dituduh mencuri sebuah bros dan dipecat oleh
Lavinia Skinner. Edna pun meminta bantuan majikannya untuk membersihkan nama
baik temannya itu.
Lepas
dipecatnya Gladys, tak seorang pun menyangka akan ada pelayan yang bersedia
bekerja untuk kakak beradik Skinner. Pasalnya, Emily Skinner yang selalu
beranggapan bahwa dirinya sakit terkenal rewel.
Anehnya,
tak berapa lama, datanglah Marry Higgins, pelayan sempurna yang disarankan oleh
sebuah agen. Berbeda dengan pendapat kebanyakan, Ms. Marple menganggap
kesempurnaan sang pelayan baru itu janggal. Benar saja, tak berapa lama, flat
tempat Skinner bersaudara dan tiga keluarga penyewa lainnya dirampok disusul
menghilangnya Marry.
Apakah
Marry benar-benar menghilang? Miss Marple dengan cerdik membantu polisi
menemukan siapa dan dimana Marry sebenarnya.
***
[6│Ms. Marple Bercerita]
Mrs.
Rhodes tewas ditusuk belati di sebuah kamar tertutup usai makan malam bersama
suaminya. Tidak ada yang memasuki ruangan itu kecuali Mr. Rhodes dan seorang
pelayan. Tentu saja, Mr. Rhodes pun dicurigai sebagai pelakunya.
Sebelum
kejadian. Mrs. Rhodes diketahui menerima surat ancaman terkait sebuah
kecelekaan akibat kelalaiannya dalam berkemudi.
Lalu,
apakah Mr. Rhodes ataukah sang pelayan yang membunuh Mrs. Rhodes? Atau.. ada
orang lain yang dengan misterius masuk ke dalam ruang tertutup itu?
***
[7│Boneka Sang Penjahit]
Sesosok
boneka beledu misterius tiba-tiba muncul di sebuah butik. Alicia Combe yang
terkenal pelupa tidak dapat mengingat bagaimana boneka itu bisa sampai ke
tokonya. Anehnya, boneka itu dapat berpindah tempat sendiri!
Seisi
penghuni butik dilanda ketakutan dan yakin bahwa boneka itu dirasuki roh jahat
dan mengurungnya di sebuah ruang.
Akhinya,
ingin terbebas dari ketakutan, Alicia membuang boneka beledu itu ke luar
jendela. Ketika boneka itu dipungut oleh seorang anak kecil berpakaian lusuh,
Alicia khawatir anak itu akan mendapatkan nasib buruk dan bersikeras mengambil
kembali boneka itu.
Tak
dinyana, jawaban bocah itu sungguh mengejutkan dan hati Alicia pun luluh.
***
[8│Teka-Teki Pantulan Cermin]
Ketika
diundang berlibur di rumah seorang teman, seorang pemuda melihat pantulan
seorang wanita pirang yang tengah dicekik suaminya di cermin, namun tidak
menemukan apa pun.
Tak
lama setelahnya, ia diperkenalkan dengan Sylvia dan Charles, tunangannya. Si
pemuda terkejut karena bayangan yang dilihatnya di cermin adalah Sylvia. Pada
saat itu jualah si pemuda jatuh cinta pada Sylvia, dan memperingatkan perihat
bayangan yang ia lihat.
Ketika
perang pecah, Charlie, tunangan Sylvia, dan Neil, sahabat si pemuda, terbunuh
di medan perang. Sylvia dan si pemuda akhirnya menikah pasca perang. Sayangnya,
si pemuda yang sangat takut kehilangan Sylvia berubah menjadi pencemburu yang
posesif.
Suatu
ketika, dibakar api cemburu, si pemuda mengejar Sylvia ke rumah tempat ia
melihat bayangan bertahun-tahun sebelumnya. Tanpa berpikir panjang, ia mencekik
istrinya itu. Ketika itulah, ia melihat pantulan di cermin, dan ternyata
bayangan yang ia lihat bertahun-tahun lampau adaah bayangannya sendiri.
Akankan
si pemuda membunuh istrinya karena terbakar cemburu?
Ulasan Saya
“Maksud
Anda ... Anda akan terus mencoba?”
“Terus terang,” kata Ms. Marple, “saya bahkan belum mulai. ‘Tangkap dulu
kelincinya,’ kata Mrs. Beaton dalam buku masakannya ...” (hal. 47).
DALAM Miss Marple’s Final Cases, Agatha Christie menunjukkan kepiawaiannya dalam
meracik teka-teki di balik berbagai kasus yang seolah tanpa pemecahan. Tiap
detilnya disusun rapi dan mengundang saya untuk berlatih lebih jeli melihat
detil-detil kecil yang terlewat. Jika harus menggambarkan dengan sedikit kata,
maka saya akan menggunakan kata penasaran.
Ya.
Saya dibuat penasaran oleh kedelapan cerita rekaan Christie ini. Enam cerita di
antaranya menampilkan tokoh Miss. Jane Marple, seorang wanita tua yang cerdik
dalam membaca detil dan sifat manusia, dan dua lainnya menyuguhkan kisah berbau
supernatural. Dua cerita yang paling saya sukai dalam kompilasi ini adalah ‘Lelucon
yang Aneh’ dan ‘Boneka Sang Penjahit’.
‘Lelucon
yang Aneh’ berkisah tentang pencarian harta karun yang disembunyikan oleh Paman
Matthew yang eksentrik. Untuk menemukan harta karun tersebut, Miss. Marple
berpegang pada prinsip bahwa jawaban dari segala pertanyaan sebenarnya
sederhana. Yang perlu dilakukan pertama-tama adalah ‘menangkap kelincinya’
alias mengenali karakter dan kebiasaan pelaku terlebih dahulu. Pada bagian
lain, Ms. Marple kurang lebih mengatakan bahwa sifat manusia itu pada dasarnya
serupa dan ketika kita bisa mengenalinya, maka kita akan melihat jawabannya.
Betul
saja, setelah mengamati tumpukan surat dan tagihan, Ms. Marple berhasil
menemukan harta yang disimpan dalam sebuah laci rahasia meja antik. Harta itu
pun tidak berwujud umum: sebuah perangko kuno yang langka. Ya, untuk menemukan
jawaban, yang perlu dilakukan adalah menangkap kellincinya terlebih dulu.
Sentuhan
berbeda disajikan Christie dalam ‘Boneka Sang Penjahit’. Tokoh Ms. Marple tidak
muncul untuk memecahkan kasus boneka beledu misterius yang kerap berpindah
tempat secara gaib sehingga menimbulkan ketakutan di butik milik Combe
bersaudara. Saking takutnya, Alicia Combe pun membuang boneka itu dari jendela.
Seorang bocah kecil memungutnya. Khawatir akan nasib si bocah, Alicia Combe
meminta bocah itu untuk mengembalikan boneka. Jawaban si bocah sungguh
menyentuh.
“Tidak
mau! Tidak mau! Tidak mau! Dia milikki. Aku menyayanginya. Kalian membencinya. Kalau kalian tidak membencinya, tentu kalian
tidak akan melemparkannya dari jendela. Aku menyayanginya, dan itulah yang
diinginkannya Dia ingin disayangi.” (hal. 161)
Kisah
ini membawa saya pada sebuah permenungan bahwa baik atau buruk dunia ini
memperlakukan kita tergantung pada bagaimana cara kita melihatnya. Combe
bersaudara yang ketakutan karena memandang boneka beledu itu sebagai jelmaan
roh jahat akhirnya tersadar oleh cara pandang bocah kecil yang paham bahwa
boneka itu hanya ingin disayangi.
Jika
ada yang kurang saya sukai dari buku ini, itu adalah banyaknya nama tokoh yang
muncul dalam satu kisah. Ini membuat saya sulit mencerna kisah. Namun demikian,
hal ini selaras dengan pesan Christie bahwa dalam berbagai kompleksitas
permasalahan, kita tetap harus berpikir sederhana – dalam rumitnya jejaring
hubungan antar tokoh, kita perlu melihat pola besar yang ternyata tak serumit
kelihatannya.
Sampai
di penghujung buku, saya terheran akan banyaknya sentuhan humanis dalam
kumpulan kisah pembuhuhan.
Rekomendasi
Buku
ini tentunya akan sangat menghibur pecinta cerita detektif yang gemar turut
memecahkan teka-teki,.
Pesan
Jawaban
dari berbagai permasalahan sebenarnya sederhana, yang perlu dilakukan adalah
menyederhanakan pola pikir dan mengarahkan pandangan ke arah yang tepat.
Salam,
Clara